Malam pertama adalah malam dimana kedua mempelai melakukan hubungan
kelamin pertama kali. Jadi seandainya kedua mempelai baru melaksanakan
hubungan kelamin pada malam kedua atau malam ketiga atau malam
kesepuluh, maka itulah yang disebut malam pertama. Mengapa demikian?
Karena malam pertama selalu dihubungkan dengan peristiwa pemecahan
bakarah atau selaput dara.
Menahan nafsu birahi pada malam pertama pernikahan adalah langkah
yang bijaksana. Sebaiknya pada malam itu dilakukan perkenalan dan tidur
bersama atau melakukan cumbu rayu sebagai pelepas kerinduan. Diperlukan
pula kebijaksanaan suami untuk memberikan ketenangan agar isteri tidak
merasa takut.
Hal ini telah dic0nt0hkan 0leh Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa
‘Ala Alihi Wa Sallam ketika menikah dengan Aisyah –radliallahu anha
–satu-satunya isteri Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam
yang gadis- dengan memberikan kepada Aisyah –radliallahu anha segelas
susu dan duduk disampingnya untuk menenangkannya. (HR. Imam Ahmad dll
dengan sanad hasan)
Amalan-amalan yang dilakukan setelah pernikahan:
-Suami memegang bagian depan kepala isteri lalu membaca d0’a sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ.
(Ya Allah! Sesungguhnya aku mem0h0n kepadaMu kebaikannya dan kebaikan
apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya, dan aku mem0h0n
perlindungan kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang telah
Engkau ciptakan dalam wataknya). (HR. Bukhari, Abu Dawud dll)
-Shalat dua raka’at berjamaah suami-isteri kemudian berd0a mem0h0n
keberkahan kepada Allah Ta’ala , sebagaimana dic0nt0hkan sahabat Ibn
Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu dan Salafus Saleh Rahimahumullah. (Riwayat Ibnu
Abi Syaibah, Abdur Razzaq dan Ath-Thabrani dengan sanad sahih)
-Berd0a ketika hendak melakukan jima’:
بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.
(Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syaitan, dan jauhkan
syaitan dari mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.)
(HR. Bukhari dan Muslim)
Etika atau adab dalam berjima’ (bersenggama).
Suami yang bijaksana adalah suami yang tidak hanya mementingkan
kepuasan diri sendiri, akan tetapi ia juga berupaya memberikan kepuasan
kepada isterinya. Karena itu cumbu rayu sangat diperlukan sebelum
dimulainya hubungan badan (jima’).
Para ulama dalam kitab-kitab mereka menerangkan secara mendetail dan
terperinci tentang masalah ini dan upaya-upaya apa saja yang harus
dilakukan suami untuk memberikan kepuasan kepada isterinya. Se0rang
isteri akan merasa sangat tersiksa apabila suami meninggalkannya sebelum
mencapai puncak kepuasan (0rgasme).
Fakt0r terpenting untuk mencapai kepuasan bersama adalah:
-Cumbu rayu
-Ketenangan pikiran
-Kenyamanan suasana
-Dan aneka variasi dalam melakukannya.
Ditinjau dari segi agama membuat variasi dari aneka p0sisi dalam
bersenggama tidaklah dilarang. Allah Ta’ala berfirman: “Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu berc0c0k-tanam, maka datangilah
tempat berc0c0k-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS.
Al-Baqarah: 223).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menerangkan
ayat tersebut: “Dari depan atau dari belakang (b0leh) asalkan tetap di
farji (vagina).” (HR. Bukhari dan Muslim dll)
Hal-hal yang diharamkan dalam senggama (jima’):
-Senggama (jima’) melalui anus atau lubang dubur [anal sex].
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Terkutuklah suami yang menggauli isterinya di lubang duburnya (anus).”
(HR. Imam Ahmad, Ibn Adiy dll dengan sanad hasan)
-Senggama di farji (vagina) ketika isteri dalam keadaan haid.
Allah Ta’ala berfirman: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah: “Haid itu adalah k0t0ran.” 0leh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah:
222).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda
tentang wanita haid: “Lakukanlah segala sesuatu selain nikah (jima’ di
farji). (HR. Muslim dll)
Jadi yang diharamkan hanyalah senggama di lubang dubur / anus [anal
sex] dan senggama pada waktu haid di farji saja, selain itu tidaklah
diharamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar