Jumat, 03 Januari 2014

Hati dan Kegunaannya

Hati
Human Hepar.jpg
Hati manusia
Surface projections of the organs of the trunk.png
Gambar organ dalam manusia, hati (bahasa Inggris: liver) terletak di tengah.
Latin jecur, iecer
MeSH A03.620
Hati (bahasa Yunani: ἡπαρ, hēpar) merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan sel non-parenkimal.[1] Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati. 40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal yang terstimulasi oleh jaringan mesenkimal secara terus-menerus pada saat embrio hingga berkembang menjadi sel parenkimal.[2] Selama masa tersebut, terjadi peningkatan transkripsi mRNA albumin sebagai stimulan proliferasi dan diferensiasi sel endodermal menjadi hepatosit.[3]
Lumen lobus terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi hepatosit.
Filtrasi merupakan salah satu fungsi lumen lobus sinusoidal yang memisahkan permukaan hepatosit dari darah, SEC memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar dengan berbagai ligan seperti glikoprotein, kompleks imun, transferin dan seruloplasmin. SEC juga berfungsi sebagai sel presenter antigen yang menyediakan ekspresi MHC I dan MHC II bagi sel T. Sekresi yang terjadi meliputi berbagai sitokina, eikosanoid seperti prostanoid dan leukotriena, endotelin-1, nitrogen monoksida dan beberapa komponen ECM.
Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikel lemak di dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda pada lumen lobus sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A guna mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC, yang juga merupakan kelenturan dari lumen sinusoid.
Sel Kupffer berada pada jaringan intrasinusoidal, merupakan makrofaga dengan kemampuan endositik dan fagositik yang mencengangkan. Sel Kupffer sehari-hari berinteraksi dengan material yang berasal saluran pencernaan yang mengandung larutan bakterial, dan mencegah aktivasi efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati. Paparan larutan bakterial yang tinggi, terutama paparan LPS, membuat sel Kupffer melakukan sekresi berbagai sitokina yang memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan cedera pada hati. Sekresi antara lain meliputi spesi oksigen reaktif, eikosanoid, nitrogen monoksida, karbon monoksida, TNF-α, IL-10, sebagai respon kekebalan turunan dalam fase infeksi primer.
Sel pit merupakan limfosit dengan granula besar, seperti sel NK yang bermukim di hati. Sel pit dapat menginduksi kematian seketika pada sel tumor tanpa bergantung pada ekspresi antigen pada kompleks histokompatibilitas utama. Aktivitas sel pit dapat ditingkatkan dengan stimulasi interferon-γ.
Selain itu, pada hati masih terdapat sel T-γδ, sel T-αβ dan sel NKT.

Sel punca

Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel intra-hepatik yang sering disebut sel oval,[4] dan hepatosit duktular.[5] Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel progenitor intra-hepatik dan sel punca ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau tertunda, sel oval yang berada di area periportal akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi hepatosit dewasa.[4][6] Sel oval merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang berada pada area portal dan periportal, atau kanal Hering,[7] dan hanya ditemukan saat hati mengalami cedera.[8] Proliferasi yang terjadi pada sel oval akan membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan area parenkima tempat terjadinya kerusakan hati dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang banyak ditemukan berperan pada banyak organ epitelial, nampaknya juga berperan pada pembentukan saluran empedu oleh sel punca hepatik.[9] Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit duktular. Hepatosit duktular dianggap merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:[10]
tergantung pada jenis gangguan yang menyerang hati.
Pada model tikus dengan 70% hepatektomi, dan induksi regenerasi hepatik dengan asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel punca yang berasal dari sumsum tulang belakang dapat terdiferensiasi menjadi hepatosit,[11][12] dengan mediasi hormon G-CSF sebagai kemokina dan mitogen.[13] Regenerasi juga dapat dipicu dengan D-galaktosamina.[14]

Sel imunologis

Hati juga berperan dalam sistem kekebalan dengan banyaknya sel imunologis pada sistem retikuendotelial yang berfungsi sebagai tapis antigen yang terbawa ke hati melalui sistem portal hati. Perpindahan fase infeksi dari fase primer menjadi fase akut, ditandai oleh hati dengan menurunkan sekresi albumin dan menaikkan sekresi fibrinogen. Fasa akut yang berkepanjangan akan berakibat pada simtoma hipoalbuminemia dan hiperfibrinogenemia.[15]
Pada saat hati cedera, sel darah putih akan distimulasi untuk bermigrasi menuju hati dan bersama dengan sel Kupffer mensekresi sitokina yang membuat modulasi perilaku sel Ito.[16] Sel TH1 memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan selular seperti IFN-gamma, TNF, dan IL-2. Sel TH2 sebaliknnya akan memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan humoral seperti IL-4, IL-5, IL-6, IL-13 dan meningkatkan respon fibrosis. Sitokina yang disekresi oleh sel TH1 akan menghambat diferensiasi sel T menjadi sel TH2, sebaliknya sitokina sekresi TH2 akan menghambat proliferasi sel TH1. Oleh sebab itu respon kekebalan sering dikatakan terpolarisasi ke respon kekebalan selular atau humoral, namun belum pernah keduanya.

Fungsi hati

Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati, dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum ditemukan organ lain atau organ buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi hati. Beberapa fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.
Sebagai kelenjar, hati menghasilkan:
Selain melakukan proses glikolisis dan siklus asam sitrat seperti sel pada umumnya, hati juga berperan dalam metabolisme karbohidrat yang lain:
dan pada lintasan katabolisme:
Hati juga mencadangkan beberapa substansi, selain glikogen:

Regenerasi sel hati

Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang sangat penting agar hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses detoksifikasi dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat kompleks antara sel yang terdapat dalam hati, antara lain hepatosit, sel Kupffer, sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca; dengan organ ekstra-hepatik, seperti kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas, duodenum, hipotalamus.[20]
Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan proliferasi, muncul pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[21] yang disebut fase prima atau fase kompetensi replikatif[22] yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokina IL-6 dan TNF-α. Pada fase ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fase G0 ke fase G1.
TNF-α dapat memberikan efek proliferatif atau apoptotik, bergantung pada spesi oksigen reaktif dan glutathion, minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi sebelum hepatosit masuk ke dalam fase proliferasi, yaitu NF-κB, STAT-3, AP-1 dan C/EBP-beta.[23]
Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α, dan EGF[23] dengan dua lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang berasal dari substrat serina dan protein logam[24] yang menginduksi sintesis DNA.[22] Lintasan pertama adalah lintasan IL-6/STAT-3 yang berperan dalam siklus sel melalui siklin D1/p21 dan perlindungan sel dengan peningkatan rasio FLIP, Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan PI3-K/PDK-1/Akt yang mengendalikan ukuran sel melalui molekul mTOR, selain sebagai zat anti-apoptosis dan antioksidan.
Hormon tri-iodotironina, selain menurunkan kadar kolesterol pada hati,[25] juga memiliki kapasitas dalam proliferasi hepatosit sebagai mitogen yang berperan pada siklin D1,[26] mempercepat konsumsi O2 oleh mitokondria dengan mengaktivasi transkripsi pada gen pernafasen hingga meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif.[27] Sekresi ROS ke dalam sitoplasma hepatosit akan mengaktivasi faktor transkripsi NF-κB.[28] Pada sel Kupffer, ROS dalam sitoplasma, akan mengaktivasi sekresi sitokina TNF-α, IL-6 dan IL-1 untuk disekresi. Ikatan yang terjadi antara ketiga sitokina ini dengan hepatosit akan menginduksi ekspresi pencerap enzim antioksidan, seperti mangan superoksida dismutase, i-nitrogen monoksida sintase, protein anti-apoptosis Bcl-2, haptoglobin dan fibrinogen-β yang diperlukan hepatosit dalam proliferasi.[29] Stres oksidatif yang dapat ditimbulkan oleh ROS maupun kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai sitokina, dapat dilenyapkan dengan asupan tosoferol (100 mg/kg) atau senyawa penghambat gadolinium klorida (10 mg/kg) seperti yang dimiliki oleh sel Kupffer, sebelum stimulasi hormon tri-iodotironina,[30] sedangkan laju proliferasi hepatosit dikendalikan oleh kadar etanolamina sebagai faktor hepatotrofik humoral.[31]
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak zaman Yunani kuno dari cerita mitos tentang seorang titan yang bernama Prometheus.[32] Kemampuan ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel, walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun akan berkembang menjadi sirosis hati[33] dan mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi hati atau hepatektomi demi kelangsungan hidupnya.
Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat rumit di bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina, hormon faktor pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon PRL yang disekresi oleh kelenjar hipofisis menginduksi respon hepatotrofik sebagai mitogen yang berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[34] PRL memberi pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa, HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein penyusun AP-1.[35] Induksi NF-κB pada fase ini diperlukan untuk mencegah apoptosis dan memicu derap siklus sel yang wajar.[36] Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital, karena fungsinya yang menambah massa DNA dan protein yang dikandungnya.[37]

Penyakit pada hati

Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespon berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis
Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis hati,[38] dengan simtoma paraklinis berupa peningkatan rasio plasma laminin, sebuah glikoprotein yang disekresi sel Ito, asam hialuronat dan sejenis aminopeptida yaitu prokolagen tipe III,[39] dan CEA.[40] Fibrosis hati dapat disebabkan oleh rendahnya rasio plasma HGF,[41][42] atau karena infeksi viral, seperti hepatitis B, patogen yang disebabkan oleh infeksi akut sejenis virus DNA yang memiliki fokus infeksi berupa templat transkripsi yang disebut cccDNA yang termetilasi,[43] atau hepatitis C, patogen serupa hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi virus RNA dengan fokus infeksi berupa metilasi DNA, terutama melalui mekanisme ekspresi genetik berkas GADD45B, sehingga mengakibatkan siklus sel hepatosit menjadi tersendat-sendat.[44][45]
Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi proliferasi hepatosit akan meluruhkan fokus infeksi virus hepatitis B,[46] sebelum berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker hati, senyawa siklosporina yang memiliki potensi untuk memicu proliferasi hepatosit, justru akan mempercepat perkembangan sel kanker,[47] oleh karena sel kanker mengalami hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai aktivasi faktor transkripsi genetik. Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100 mikromol/kg), siproteron asetat (CPA, 60 mg/kg), dan nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[48]
Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang disebut steatohepatitis. Disfungsi mitokondria akan berdampak pada homeostasis senyawa lipid dan peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi TNF-α.[49] Hal ini akan berlanjut pada pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[50] serta membuat mitokondria menjadi rentan terhadap kematian oleh nekrosis akibat rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau oleh apoptosis melalui pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran mitokondria dengan mekanisme Fas/TNF-α. Permintaan energi yang tinggi pada kondisi ini menyebabkan mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat memicu sirosis hati,[50] sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria dan membran mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju oksidasi-beta asam lemak, akan terjadi akumulasi elektron pada respiratory chain kompleks I dan III yang menurunkan kadar antioksidan.[49]
Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan reaksi fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang tinggi. Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi hepatosit, disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi genetik dan kanker.
Pada model tikus, melatonin merupakan senyawa yang menurunkan fibrosis hati,[51] sedang pada model kelinci, kurkumin merupakan senyawa organik yang menurunkan paraklinis steatohepatitis,[52] sedang hormon serotonin[53] dan kurangnya asupan metionina dan kolina[54] memberikan efek sebaliknya dengan resistansi adiponektin.[55]
Disfungsi mitokondria juga ditemukan pada seluruh patogenesis hati, dari kasus radang hingga kanker dan transplantasi.[56] Pada kolestasis kronik, asam ursodeoksikolat bersama dengan GSH bersinergis sebagai antioksidan yang melindungi sardiolipin dan fosfatidil serina hingga mencegah terjadinya sirosis hati.[57]

Pengaruh alkohol

Alkohol dikenal memiliki fungsi immunosupresif terhadap sistem kekebalan tubuh, termasuk meredam ekspresi kluster diferensiasi CD4+ dan CD8+ yang diperlukan dalam pertahanan hati terhadap infeksi viral, terutama HCV.[58] Alkohol juga meredam rasio kemokina IFN pada lintasan transduksi sinyal selular, selain meningkatkan resiko terjadinya fibrosis.[59]
Banyak lintasan metabolisme memberikan kontribusi terhadap alkohol untuk menginduksi stres oksidatif.[60] Salah satu lintasan metabolisme yang sering diaktivasi oleh etanol adalah induksi enzim sitokrom P450 2E1. Enzim ini menimbulkan spesi oksigen reaktif seperti radikal anion superoksida dan hidrogen peroksida, serta mengaktivasi subtrat toksik termasuk etanol menjadi produk yang lebih reaktif dan toksik. Sel dendritik tampaknya merupakan sel yang paling terpengaruh oleh kandungan etanol di dalam alkohol. Pada percobaan menggunakan model tikus, etanol meningkatkan rasio plasma IL-1β, IL-6, IL-8, TNF-α, AST, ALT, ADH, γ-GT, TG, MDA dan meredam rasio IL-10, GSH,[61] faktor transkripsi NF-κB dan AP-1.[62]

Pengaruh alkaloid

Kopi, salah satu kompleks senyawa alkaloid dari golongan purina xantina dengan asam klorogenat dan lignan,[63] pada studi epidemiologis, disimpulkan sebagai salah satu faktor penurun risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2,[64][65] penyakit Parkinson, sirosis hati dan karsinoma hepatoselular,[66] dan perbaikan toleransi glukosa.[63] Konsumsi kopi secara kronis terbukti tidak menyebabkan tekanan darah tinggi namun secara akut mengakibatkan peningkatan tekanan darah sementara dalam selang waktu singkat,[67] dan plasma homosisteina[66] sehingga dapat menjadi ancaman bagi penderita gangguan kardiovaskular.[64]
Konsumsi kopi secara teratur dapat menurunkan rasio enzim ALT serta aktifitas enzimatik pada lintasan metabolisme hati,[68] yang sering disebabkan oleh[69] infeksi viral, induksi obat-obatan, keracunan, kondisi iskemik, steatosis (akibat alkohol, diabetes, obesitas), penyakit otoimun,[70] dan resistansi insulin, sindrom metabolisme,[71] dan kelebihan zat besi.[72] Selain ALT, kopi juga menurunkan enzim hati yang lain, yaitu gamma-GT dan alkalina fosfatase.[73] dan memberikan efek antioksidan dan detoksifikasi fase II oleh karena senyawa diterpena, kafestol dan kahweol,[74] sehingga mencegah terjadinya proses karsinogenesis.[75][76] Proses tersebut disertai dengan gamma-GT sebagai indikator utama.[77]

Transplantasi hati

Teknologi transplantasi hati merupakan hasil yang dikembangkan dari penelitian pada beberapa bidang studi kedokteran. Pada tahun 1953, Billingham, Brent, dan Medawar menemukan bahwa toleransi kimerisme[78] dapat diinduksi oleh infus sel hematolimfopoietik donor pada model tikus.[79]
Pada tahun 1958 studi canine mengembangkan suatu teori mengenai molekul hepatotrofik pada portal pembuluh balik pada hati dan menemukan hormon insulin sebagai faktor hepatotrofik utama dari beberapa faktor lain yang ada.[80] Pada saat yang hampir bersamaan teori mengenai transplantasi multiviseral dan hati juga berkembang dari studi imunosupresi yang mempelajari algoritma empiris dari pengenalan pola dan respon terapis. Pada awal 1960, dibuktikan bahwa canine dan allograft manusia memiliki toleransi kimersime yang dapat terinduksi otomatis dengan bantuan imunosupresi, hingga pada akhir 1962 disimpulkan dengan keliru, bahwa transplantasi melibatkan dua sistem kekebalan yang berbeda. Konsekuensi kesimpulan tersebut menjadi dogma bahwa tolerogenisitas hati, pada dasarnya, berbeda, tidak hanya dengan sumsum tulang belakang, tetapi dengan seluruh organ tubuh yang lain.[79] Kekeliruan ini tidak terkoreksi dengan baik hingga tahun 1990.[78]
Transplantasi hati yang pertama dilakukan di Denver pada tahun 1963,[81] keberhasilan pertama tercatat pada tahun 1967 dengan azatioprina, prednison dan globulin anti-limfoid, oleh Thomas E. Starzl dari Amerika Serikat, disusul oleh keberhasilan transplantasi sumsum tulang belakang manusia pada tahun 1968.[78] Rentang waktu antara 1967 hingga 1979 mencatat 84 kali transplantasi hati pada anak dengan 30% daya tahan hidup hingga 2 tahun.[81]
Perkembangan studi imunosupresi kemudian memberikan perbaikan dan harapan hidup lebih panjang bagi pasien, antara lain dengan pergantian azatioprina dengan siklosporina pada tahun 1979, lalu tergantikan dengan takrolimus pada tahun 1989.[80]
Pada tahun 1992, dikembangkan teori mikrokimerisme leukosit donor[82] dengan cakupan donor dari silsilah berlainan, yang memberikan harapan hidup yang sangat panjang bagi penerima donor organ, setelah diketahui hubungan antara aspek imunologis dari transplantasi, infeksi, toleransi oleh sumsum tulang belakang, neoplasma dan kelainan otoimun, yang disebut sebagai mekanisme seminal. Respon kekebalan dan toleransi kekebalan antara organ donor dan tubuh ditemukan merupakan fungsi dari migrasi dan lokalisasi leukosit.[79] Salah satu temuan adalah aktivasi sistem kekebalan turunan oleh sel NK dan interferon-γ segera setelah transplantasi selesai dilakukan.[83] Pada model tikus, sel hepatosit donor ditemukan bersifat sangat antigenik sehingga memicu respon penolakan, yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama antara sel T CD4 dan sel T CD8.[84]

Kamis, 02 Januari 2014

Cara Menanam Sayuran Organik

Penanaman
A. Dibedengan
- Tanah dicangkul dalamnya 30 cm
- Tanah setelah dicangkul di beri pupuk kandang /kompos/bokashi
- Tanah di buat bedengan dengan ukuran lebar 1-1,20 m panjang 4-5 m tinggi 30-40 cm
- Permukaan tanah yang dibuat bedengan rata
- Setiap bulan atau selesai panen di tambahkan pupuk kandang /kompos/bokashi
- Benih/bibit bayam di sebar kangkung ditanam dengan jarak 7×7 cm
- Benih/bibit sawi-sawian disemai dulu, ditanam dengan jarak 7×10 cm
- Cara menanam pada batas daun kepel
B. Di polibag
Bahan:
1. Polibag ukuran 17,5/35 atau 20/40
2. Pupuk kandang (kotoran sapi, kambing dll
3. Tanah katel
4. Arang sekam
Cara penanaman:
- Campurkan pupuk kandang+arang sekam+tanah katel sampai rata dengan perbandingan 1:1:1(Om Srex 512)

Berbagai Upaya Menjaga Pelestarian

Menjaga kelestarian lingkungan adalah suatu kewajiban bagi setiap anggota masyarakat dan tentu saja, ada banyak sekali upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Bagaimana tidak, jika Anda ingin turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan, Anda bisa mulai dengan turut serta dalam menjaga kelestarian tanah, hutan, maupun udara dan tentu saja, Anda juga bisa turut serta dalam mempertahankan kelestarian laut dan pantai.
Ada banyak sekali upaya yang bisa Anda coba lakukan jika Anda ingin turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan tidak peduli di sektor apapun. Jika Anda peduli terhadap kelestarian lingkungan dan Anda ingin menjaganya, berikut adalah upaya-upaya yang bisa Anda lakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan yang kita tinggali saat ini.
Upaya-upaya Pelestarian Tanah dan Udara.
Tanah, tak diragukan lagi, merupakan salah satu elemen paling penting dalam lingkungan mengingat tanah merupakan tempat semua makhluk hidup tinggal baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Oleh karena itu, jika Anda ingin tinggal di lingkungan yang terjamin kesehatannya, menjaga kelestarian tanah adalah salah satu hal paling penting yang wajib Anda lakukan.
Untuk menjaga kelestarian tanah, upaya yang bisa Anda lakukan yaitu, misalnya, melakukan reboisasi pada lahan-lahan yang kosong, membuat terasering untuk mencegah erosi, dan berbagai upaya lainnya. Jika Anda ingin menjaga kelestarian lingkungan, tentu saja pelestarian tanah bukan lah satu-satunya hal yang harus Anda perhatikan.
Untuk menjaga kelestarian lingkungan, selain melakukan berbagai upaya pelestarian tanah, Anda juga harus melakukan pelestarian udara. Hal ini mengingat udara merupakan elemen yang vital bagi kehidupan kita dan tentu saja, ada berbagai hal yang bisa Anda lakukan untuk menjaga kelestarian udara.
Salah satu upaya yang bisa Anda lakukan adalah dengan menanam pohon atau tanaman hias mengingat tanaman mampu menyerap berbagai jenis gas yang berbahaya bagi manusia. Upaya lain yang bisa Anda lakukan yaitu menggalakkan pengurangan emisi serta mengurangi pembuangan gas-gas sisa pembakaran.
Untuk menjaga kelestarian udara, Anda juga harus menghindari penggunaan gas kimia yang diketahui dapat merusak lapisan ozon seperti gas Freon yang digunakan dalam kulkas dan AC serta berbagai jenis produk kosmetik.
Berbagai Upaya Pelestarian Hutan dan Laut Serta Pantai.
Jika Anda ingin turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan yang kita tinggali saat ini, maka Anda juga harus mengetahui berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk melestarikan hutan.
Untuk melestarikan hutan, upaya yang bisa kita lakukan meliputi reboisasi, penerapan sistem tebang pilih dalam menebang pohon, serta penerapan sistem tebang tanam dalam setiap aktivitas penebangan hutan.
Untuk menjaga kelestarian pohon, Anda juga bisa melakukan pelarangan terhadap kegiatan pembabatan hutan yang dilakukan secara sewenang-wenang serta bekerjasama dengan pihak yang berwenang untuk menerapkan sanksi-sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan menyangkut pengelolaan hutan.
Selain kelestarian hutan, kelestarian laut dan pantai juga merupakan sesuatu yang penting mengingat laut dan pantai adalah salah satu bagian lingkungan yang paling utama.
Untuk menjaga kelestarian laut dan pantai, Anda bisa melakukan reklamasi pantai, melarang pengambilan koral atau batu karang baik di dasar laut maupun di sekitar pantai, serta melarang pemakaian racun dalam perburuan ikan.
Melestarikan flora serta fauna laut dan melarang perburuan liar juga termasuk salah satu upaya yang bisa Anda lakukan untuk menjaga kelestarian laut serta pantai. Singkat kata, jika Anda ingin turut serta dalam kegiatan pelestarian lingkungan, ada berbagai upaya yang bisa Anda coba lakukan.

Pubertas

Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur delapan hingga sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada wanita pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah.[1]. Kini, dikenal adanya pubertas dini pada remaja. Penyebab pubertas dini ialah bahwa bahan kimia DDT sendiri, DDE, mempunyai efek yang mirip dengan hormon estrogen. Hormon ini diketahui sangat berperan dalam mengatur perkembangan seks wanita[2].

Ciri pubertas


1 Follicle-stimulating hormone - FSH
2 Luteinizing hormone - LH
3 Progesterone
4 Estrogen
5 Hypothalamus
6 Pituitary gland
7 Ovary
8 Pregnancy - hCG (Human chorionic gonadotropin)
9 Testosterone
10 Testicle
11 Incentives
12 Prolactin - PRL

Ketiak remaja laki-laki yang mulai menumbuhkan rambut ketiak
Seorang anak akan menunjukkan tanda-tanda awal dari pubertas, seperti suara yang mulai berubah, tumbuhnya rambut-rambut pada daerah tertentu dan payudara membesar untuk seorang gadis. Untuk seorang anak perempuan, tanda-tanda itu biasanya muncul pada usia 10 tahun ke atas dan pada anak laki-laki, biasanya lebih lambat, yaitu pada usia 11 tahun ke atas[3]. Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung-jawab atas munculnya dorongan seks. Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Namun sejak tahun 1960-an, aktivitas seksual telah meningkat di antara remaja; studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50 persen remaja di bawah usia 15 dan 75 persen di bawah usia 19 melaporkan telah melakukan hubungan seks[4].

Penyebab munculnya pubertas

Penyebab munculnya pubertas ini adalah hormon yang dipengaruhi oleh hipofisis (pusat dari seluruh sistem kelenjar penghasil hormon tubuh). Berkat kerja hormon ini, remaja memasuki masa pubertas sehingga mulai muncul ciri-ciri kelamin sekunder yang dapat membedakan antara perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, pubertas terjadi karena tubuh mulai memproduksi hormon-hormon seks sehingga alat reproduksi telah berfungsi dan tubuh mengalami perubahan.
Hormon seks yang memengaruhi perempuan adalah estrogen dan progesteron yang diproduksi di indung telur, sedangkan pada laki-laki diproduksi oleh testis dan dinamakan testosteron. Hormon-hormon tersebut ada di dalam darah dan memengaruhi alat-alat dalam tubuh sehingga terjadilah beberapa pertumbuhan[1].

Penyebab perubahan pubertas[5]

  1. Peran Kelenjar Pituitary – Kelenjar pituitary mengeluarkan dua hormon yaitu hormon pertumbuhan yang berpengaruh dalam menentukan besarnya individu, dan hormon gonadotrofik yang merangsang gonad untuk meningkatkan kegiatan. Sebelum masa puber secara bertahap jumlah hormon gonadotrofik semakin bertambah dan kepekaan gonad terhadap hormon gonadotrofik dan peningkatan kepekaan juga semakin bertambah, dalam keadaan demikian perubahan-perubahan pada masa puber mulai terjadi.
  2. Peran Gonad- Dengan pertumbuhan dan perkembangan gonad, organ-organ seks yaitu ciri-ciri seks primer : bertambah besar dan fungsinya menjadi matang, dan ciri-ciri seks sekunder, seperti rambut kemaluan mulai berkembang.
  3. Interaksi Kelenjar Pituitary dan Gonad – Hormon yang dikeluarkan oleh gonad, yang telah dirangsang oleh hormon gonadotrofik yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary, selanjutnya bereaksi terhadap kelenjar ini dan menyebabkan secara berangsur-angsur penurunan jumlah hormon pertumbuhan yang dikeluarkan sehingga menghentikan proses pertumbuhan, interaksi antara hormon gonadotrofik dan gonad berlangsung terus sepanjang kehidupan reproduksi individu, dan lambat laun berkurang menjelang wanita mendekati menopause dan pria mendekati climacteric.